Dikisahkan seorang bapak guru yang dipindahkan ke sebuah sekolah yang cukup terpencil.
Pada hari pertama, Sang Guru diantar oleh Bapak Kepala Sekolah ke ruang kelas. Setelah diperkenalkan kepada para murid, Sang Kepala Sekolah kembali ke ruang kerjanya dan Sang Guru melanjutkan kembali pengenalan dirinya kepada muridnya.
Saat Sang Guru sedang memperkenalkan diri, entah kenapa tiba tiba terserang sakit perut dan terdesak untuk segera buang air besar. Sang Guru dengan langkah terburu buru mencari toilet dalam kompleks sekolah yang masih asing baginya. Lega rasanya menemukan toilet. Akan tetapi masalahnya belum selesai, toilet ternyata sedang dipakai.
Sang Guru semakin tidak tahan namun pintu toilet tersebut tidak kunjung dibuka. Sang Guru mencoba mengalihkan perhatian dari perasaan terdesak tersebut dengan mencoba berjalan mengelilingi gedung sekolah. Saat tiba di halaman belakang sekolah yang sangat sepi, tiba tiba timbul dalam pikiran Sang Guru bagaimana jika buang air besar di situ saja, sepertinya cukup aman, toh jam istirahat belum tiba.
Namun Sang Guru mencoba membuang pikiran tersebut jauh jauh karena walaupun tidak ada yang mengetahuinya, sungguh itu perilaku yang tak pantas dilakukannya.
Akan tetapi pemikiran tersebut ternyata semakin mendorongnya untuk harus segera buang air besar secepatnya. Sehingga Sang Guru dengan sangat terpaksa membuang hajat di belakang sekolah.
Tiba tiba dari dalam ruang kelas terdengar sayup sayup suara Sang Kepala Sekolah sedang bertanya kepada para murid, ke mana guru baru mereka pergi. Para murid hanya bisa menjawab kalau guru mereka baru saja meninggalkan ruang kelas.
Sang Kepala Sekolah yang baru saja keluar dari toilet dan tidak berpapasan dengan Sang Guru sangat yakin jika Sang Guru tidak sedang ke toilet. Sang Kepala Sekolah mulai bertanya tanya dalam hati, ke mana Sang Guru pergi sambil perlahan lahan melayangkan mata ke segenap penjuru sekolah.
Sang Guru sangat panik mendengar keheranan murid dan Kepala Sekolah di ruang kelas saat dirinya sedang dalam posisi jongkok buang air besar di ruang terbuka di halaman belakang sekolah.
Dalam hitungan detik Sang Guru harus segera tampil rapi kembali. Kepanikan tersebut semakin hebat saat Sang Guru mendengar Sang Kepala Sekolah menggerutu mencarinya. Apa jadinya jika dalam posisi masih jongkok dan celana belum dinaikkan serta dirapikan kembali, Sang Kepala Sekolah muncul di hadapannya.
"Aduh celaka, jangan sampai terjadi", pikir Sang Guru
Tiba tiba suara derap sepatu Sang Kepala Sekolah yang awalnya terdengar pelan pelan semakin lama semakin jelas. Namun untunglah Sang Guru sudah rapi kembali. Tinggal menyiapkan kata kata apa yang bisa diucapkan untuk menghilangkan keheranan Sang Kepala Sekolah.
Namun dalam hitungan dua tiga langkah di mana sosok Sang Kepala Sekolah akan segera tampak, Sang Guru baru sadar kalau hajat yang dibuangnya belum ditimbun tanah sebagaimana yang direncanakannya saat masih dalam posisi jongkok.
"Aduh celaka!", bisiknya. Namun lagi lagi Sang Guru ini tidak kehabisan akal. Diambilnya topi yang dipakainya dan dalam hitungan sekejap kotoran itupun tertutupi topinya dengan aman. Lega jadinya.
"Aman !", pikirnya.
"Loh, topi bapak kenapa ditaruh di tanah ?", terdengar suara Sang Kepala Sekolah yang cukup mengagetkan.
"Oh, ada burung pak di sini", lagi lagi kecerdasan Sang Guru baru ini benar benar luar biasa menghadapi kepanikan.
"Oh, burung apa ya pak ?", tanya Sang Kepala Sekolah mendekat ke arah topi tersebut.
"Eh, awas pak, ntar lepas burungnya, jangan disentuh", tegas Sang Guru bak orang ketakutan kehilangan burung yang sangat mahal.
Sang Kepala Sekolah pun mulai paham kenapa guru baru tersebut menghilang misterius dalam sekejap.
"Pak, ini saya sebenarnya mau serahkan daftar murid yang akan menjadi murid bapak di sekolah ini", kata Sang Kepala sekolah memecah keheningan sejenak sambil menyerahkan map merah berisi daftar murid.
"Oke pak", jawab Sang Guru.
"Silahkan absensi dulu pak sekalian perkenalan satu per satu dengan mereka", perintah Sang Kepala Sekolah.
"Oke pak, kalau burung ini biarkan sajalah dulu di situ, nanti jam istirahat saya kembali, saya sangat kuatir ada orang terutama murid yang mencoba menyentuh topi itu sehingga burungnya melompat dan lepas.", jawab Sang Guru dengan maksud agar Sang Kepala Sekolah jangan coba coba menyentuh topi tersebut.
"Silahkan pak, murid muridnya sudah menunggu", jawab Sang Kepala Sekolah sambil berjalan bersama Sang Guru beranjak dari halaman belakang sekolah.
Kepala Sekolah masuk kembali ke ruang kerjanya. Akan tetapi masih penasaran kenapa guru baru tersebut bisa menangkap burung di sekolah di mana dia telah bertahun tahun mengabdi namun baru kali ini ada kejadian seperti ini.
"Apa salahnya kalau saya mengecek langsung burung tersebut", gumam Sang Kepala Sekolah dalam hati sambil berjalan ke belakang gedung sekolah melewati sisi lain biar tidak tampak oleh Sang Guru.
Setibanya di situ Sang Kepala Sekolah langsung memegang topi tersebut dalam perasaan was was, jangan sampai burung tersebut lepas. Dia mencoba merasakan gerakan sang burung. Akan tetapi tidak ada gerakan sama sekali.
"Jangan jangan burung sakit dan sekarang sudah mati", pikirnya sambil mencoba menekan topi tersebut dengan maksud untuk mengetahui apa reaksi "sang burung".
Sang Kepala Sekolah semakin penasaran karena hanya bisa merasakan hangat dari mahluk di bawah topi tersebut namun tidak bergerak sama sekali.
Akhirnya Sang Kepala Sekolah bermaksud menangkap saja dengan perasaan was was, kuatir jika mahluk yang pura pura diam itu tiba tiba melompat melepaskan diri.
Sang Kepala Sekolah tetap menahan topi tersebut dengan membuka sedikit saja, cukup buat tangannya bisa masuk. Dan akhirnya tertangkaplah "burung" itu oleh tangan Sang Kepala Sekolah.
*) Diangkat dari cerita lisan Ayahanda tercinta Almarhum B Sampeliling.