1

Showing posts with label sejarah. Show all posts
Showing posts with label sejarah. Show all posts

Sunday, May 4, 2014

Stupa Borobudur

Stupa Borobudur
Landing di Bandara Adisucipto Jogjakarta, meluncur ke Plaza Ambarukmo dan cek in di Jl. Dagen dan berjalan kaki sejenak menyusuri Malioboro serasa cukup menjadi kenangan di hari pertama menginjak Jogjakarta kembali. Dialek Jogja yang adem di telinga dari mulut sopir taksi, satpam, resepsionis, tukang becak hingga para pedagang di sisi Malioboro seakan membuat kota ini berbicara, inilah Jogja, rasakan keramahannya.

Menyusuri Jalan Malioboro dengan jalan kaki dalam kondisi padat oleh penjual dan pembeli, penawaran barang dan transaksi terus berlangsung namun tidak terkesan gaduh. Nyaris tak ada teriakan teriakan lantang apalagi keras, namun komunikasi di pusat perbelanjaan yang sangat ramai itu tetap berjalan. 

Di sepanjang Malioboro kita dengan mudah menemukan para penjual jasa paket perjalanan ke objek wisata. Sepertinya masyarakat Jogjakarta juga sudah sangat memahami kebutuhan para pencinta Jogja dengan menyediakan paket jasa transportasi sehari penuh mengunjungi Borobudur, Prambanan, Keraton, Taman Sari dan Parang Tritis, walapun ada satu atau dua tempat tersebut yang terpaksa harus terlewatkan karena sempitnya waktu dalam sehari.

Pemandangan di Borobudur
Lelah mendaki tangga Borobudur terobati oleh keindahan candinya beserta pemandangan di sekitar candi yang hijau. Sepertinya setiap sudut sayang untuk dilewatkan mengambil gambar dengan stupa stupa indah yang ada di setiap tingkat pelataran candi yang membuat kita akan terus mendaki hingga puncaknya.

Borobudur  seperti benda aneh di selah selah gunung yang dipenuhi oleh para wisatawan dalam dan luar negri yang berfoto sambil terkagum kagum melihat sebuah bangunan megah yang berdiri kokoh menembus masa. Membayangkan cara membangun Borobudur seperti menghayalkan sebuah misteri, bagaimana cara batu demi batu tersebut dikumpulkan dan disusun dengan rapi dan indah. Tidak roboh dan tidak lepas satu dengan lainnya.

Selain kemegahan dan kekokohan bangunannya, arsitektur Borobudur juga mengundang decak kagum. Penempatan menara-menara stupa yang diselingi dengan ruang pelataran untuk berjalan membawa kita seakan masuk dunia lain setelah berhasil mendaki tangganya. 




Wednesday, March 26, 2014

Mayat Berjalan Vs Budaya Ma'pasonglo' Toraja

Jauh sebelum saya melihat foto upacara ma'nene' di Toraja yang beredar di milis dan akhirnya berkembang menjadi artikel yang beredar luas di internet, saya sebenarnya sangat malas jika ditanya tentang "mayat berjalan" di Toraja yang saya sendiri secara pribadi tidak mempercayainya. Kebanyakan orang kalau mendengar kata Toraja secara spontan menghubungkannya dengan cerita "mayat berjalan".

Kemunculan foto upacara ma'nene' (penggantian baju jenazah) seolah-olah menjawab rasa penasaran banyak orang yang suka hal hal horor dan mencari tahu tentang "mayat berjalan" di Toraja. Padahal dari milis, blog, hingga note facebook, foto dan keterangan gambar tidaklah sama. Foto adalah upacara ma'nene' dan keterangan gambar adalah tentang "mayat berjalan".

Nama Toraja yang dari dulu dikenal sebagai daerah tujuan wisata karena budayanya yang unik, alamnya yang indah dan sejuk, objek wisatanya yang sangat menarik hingga masyarakatnya yang mempertahankan nilai nilai budaya yang sangat bermanfaat dalam keberlangsungan hidup seolah-olah mendapat julukan baru, Toraja adalah tempatnya "mayat berjalan".

Saya yang lahir dan besar di Toraja memang pernah mendengar berita itu karena beritanya berkembang dari mulut ke mulut namun tidak pernah melihat mayat berjalan. Cerita "mayat berjalan" juga bukan cerita yang diturunkan dari generasi di atas saya, kakek/nenek atau orang tua saya.

Dalam Legenda Lakipadada, ada banyak kisah yang tak diterima logika seperti dalam perjalanannya,  nenek moyang orang Toraja tersebut menempuh perjalanan dengan menggantung pada kaki burung. Namun karena diterima sebagai sebuah legenda maka cerita tersebut tidak menimbulkan perdebatan. Legenda adalah cerita masa lalu yang erat kaitannya dengan sejarah namun sudah mengalami distorsi. Sehingga sama seperti legenda yang ada di daerah lainpun, maka Legenda Lakipadada juga tidak mengundang perdebatan.

Cerita "mayat berjalan" sendiri sebenarnya masuk kategori isu. Isu bisa saja fakta dan bisa seratus persen kebohongan. Kalaupun itu memang fakta maka jika kita mencoba menganalisa kenapa mayat bisa berjalan maka kita dengan mudah menyimpulkan bahwa mayat bisa berjalan karena ada kekuatan dari kuasa kuasa gelap yang mampu menggerakkan jenazah tersebut. Jadi jika kita membahas tentang cerita "mayat berjalan" maka tidak bisa diidentikkan dengan suku tertentu termasuk Toraja. Kalaupun kejadiannya ada di Toraja itu hanya tempatnya yang kebetulan di mana  kebenaran cerita itupun belum bisa dibuktikan.

Jika kita tahu budaya Toraja yang sebenarnya maka cerita "mayat berjalan" berbenturan dengan fakta budaya Toraja yakni ma'pasonglo'. Ma'pasonglo' adalah atraksi budaya dengan memikul jenazah yang dibalut kain atau ditaruh dalam peti mayat disertai dengan ornamen yang sarat dengan makna. Kerbau-kerbau yang disembelih dalam upacara kematian diikutsertakan. Keluarga dengan pakaian serba hitam berbaris di depan sambil memegang kain berwarna merah membentang dari depan hingga belakang dengan ujungnya diikat pada lakkian, tempat menaruh jenazah. Lakkian tersebut dipikul ramai ramai oleh kaum lelaki dari keluarga jenazah. Dari jauh akan tampak seolah olah bentangan kain berwarna merah tersebut menarik lakkian.

Walaupun saya tak mampu menjelaskan secara detail apalagi menjelaskan maknanya namun bisa mengatakan bahwa tidak ada kesan seram yang ditimbulkannya dan mayatnya bergerak mengikuti ke mana bentangan kain merah bergerak bukan karena berjalan sendiri tetapi karena ada yang memikul jenazah sambil berjalan. Sangat bertolak belakang dengan artikel "mayat berjalan" yang beredar di internet yang  dibawa ke nuansa horor. Fakta adanya budaya ma'pasonglo' adalah bukti kalau "mayat berjalan" bukan bagian dari budaya Toraja.

Sebenarnya sudah ada yang mencoba menjelaskan yang sebenarnya dengan berkomentar maupun dengan artikel namun seakan tak mampu mematahkan nuansa horor yang sudah telanjur meledak sebelumnya.

Biarkan waktu yang akan menjawab, karena budaya ma'pasonglo' sudah menjadi tradisi yang berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi sedangkan cerita mayat berjalan hanyalah isu kecil yang sempat meledak sejenak karena kecanggihan dunia maya.

Monday, October 28, 2013

Borobudur - Prambanan

Mengunjungi Borobudur atau Prambanan sebenarnya tidak memakan biaya yang terlalu besar. Cukup dengan searching hotel murah di internet maka deretan hotel murah yang berada di kawasan cukup strategis di Jogjakarta bermunculan. Di jalan jalan kecil yang bermuara ke Malioboro terdapat beberapa hotel dengan harga mulai dari  Rp 200.000 bahkan ada yang lebih murah dari harga tersebut.

Perjalanan dari Jakarta juga bisa memilih kereta, bus atau pesawat di mana yang lumayan murah adalah kereta karena tiket kereta masih ada yang berharga di bawah Rp 100.000

Selanjutnya, perjalanan dari Malioboro ke Borobudur, Prambanan atau tempat lainnya dapat ditempuh dengan rental mobil beserta sopirnya yang bisa didapatkan lewat pihak hotel dengan harga sekitar Rp 300.000 satu hari penuh.

Lokasi Borobudur yang sudah masuk wilayah Magelang Jawa Tengah ditempuh sekitar satu setengah jam dari Jogjakarta. Perjalanan ke Borobudur juga melewati Candi Mendut yang dimensi fisik bangunannya lebih kecil.

Candi Prambanan sendiri masih berada di kawasan Kota Jogja sehingga para penyedia transportasi sering memanfaatkan momen sunrise di Candi Prambanan karena masih terkejar dari hotel tempat menginap.

Borobudur, sebuah bangunan megah yang dibangun oleh penghuni negri ini di masa mereka dan tetap mengundang decak kagum akan kemegahan dan keindahannya dan membuat begitu banyak orang penasaran sebenarnya bagaimana proses pembangunannya. Hal inilah yang membuat banyak orang ingin kembali ke sana. Mencoba merasakan bekas buatan tangan para pembuatnya.

Semoga keinginan itu terwujud kembali.




Kenapa Dengan Film Filosofi Kopi 2 ?

Berita kehadiran Luna Maya di Toraja yang  menyebar lewat situs dan jejaring sosial, berkembang seakan-akan memberitakan bahwa ada film ...