Jauh sebelum saya melihat foto upacara ma'nene' di Toraja yang beredar di milis dan akhirnya berkembang menjadi artikel yang beredar luas di internet, saya sebenarnya sangat malas jika ditanya tentang "mayat berjalan" di Toraja yang saya sendiri secara pribadi tidak mempercayainya. Kebanyakan orang kalau mendengar kata Toraja secara spontan menghubungkannya dengan cerita "mayat berjalan".
Kemunculan foto upacara ma'nene' (penggantian baju jenazah) seolah-olah menjawab rasa penasaran banyak orang yang suka hal hal horor dan mencari tahu tentang "mayat berjalan" di Toraja. Padahal dari milis, blog, hingga note facebook, foto dan keterangan gambar tidaklah sama. Foto adalah upacara ma'nene' dan keterangan gambar adalah tentang "mayat berjalan".
Nama Toraja yang dari dulu dikenal sebagai daerah tujuan wisata karena budayanya yang unik, alamnya yang indah dan sejuk, objek wisatanya yang sangat menarik hingga masyarakatnya yang mempertahankan nilai nilai budaya yang sangat bermanfaat dalam keberlangsungan hidup seolah-olah mendapat julukan baru, Toraja adalah tempatnya "mayat berjalan".
Saya yang lahir dan besar di Toraja memang pernah mendengar berita itu karena beritanya berkembang dari mulut ke mulut namun tidak pernah melihat mayat berjalan. Cerita "mayat berjalan" juga bukan cerita yang diturunkan dari generasi di atas saya, kakek/nenek atau orang tua saya.
Dalam Legenda Lakipadada, ada banyak kisah yang tak diterima logika seperti dalam perjalanannya, nenek moyang orang Toraja tersebut menempuh perjalanan dengan menggantung pada kaki burung. Namun karena diterima sebagai sebuah legenda maka cerita tersebut tidak menimbulkan perdebatan. Legenda adalah cerita masa lalu yang erat kaitannya dengan sejarah namun sudah mengalami distorsi. Sehingga sama seperti legenda yang ada di daerah lainpun, maka Legenda Lakipadada juga tidak mengundang perdebatan.
Cerita "mayat berjalan" sendiri sebenarnya masuk kategori isu. Isu bisa saja fakta dan bisa seratus persen kebohongan. Kalaupun itu memang fakta maka jika kita mencoba menganalisa kenapa mayat bisa berjalan maka kita dengan mudah menyimpulkan bahwa mayat bisa berjalan karena ada kekuatan dari kuasa kuasa gelap yang mampu menggerakkan jenazah tersebut. Jadi jika kita membahas tentang cerita "mayat berjalan" maka tidak bisa diidentikkan dengan suku tertentu termasuk Toraja. Kalaupun kejadiannya ada di Toraja itu hanya tempatnya yang kebetulan di mana kebenaran cerita itupun belum bisa dibuktikan.
Jika kita tahu budaya Toraja yang sebenarnya maka cerita "mayat berjalan" berbenturan dengan fakta budaya Toraja yakni ma'pasonglo'. Ma'pasonglo' adalah atraksi budaya dengan memikul jenazah yang dibalut kain atau ditaruh dalam peti mayat disertai dengan ornamen yang sarat dengan makna. Kerbau-kerbau yang disembelih dalam upacara kematian diikutsertakan. Keluarga dengan pakaian serba hitam berbaris di depan sambil memegang kain berwarna merah membentang dari depan hingga belakang dengan ujungnya diikat pada lakkian, tempat menaruh jenazah. Lakkian tersebut dipikul ramai ramai oleh kaum lelaki dari keluarga jenazah. Dari jauh akan tampak seolah olah bentangan kain berwarna merah tersebut menarik lakkian.
Walaupun saya tak mampu menjelaskan secara detail apalagi menjelaskan maknanya namun bisa mengatakan bahwa tidak ada kesan seram yang ditimbulkannya dan mayatnya bergerak mengikuti ke mana bentangan kain merah bergerak bukan karena berjalan sendiri tetapi karena ada yang memikul jenazah sambil berjalan. Sangat bertolak belakang dengan artikel "mayat berjalan" yang beredar di internet yang dibawa ke nuansa horor. Fakta adanya budaya ma'pasonglo' adalah bukti kalau "mayat berjalan" bukan bagian dari budaya Toraja.
Sebenarnya sudah ada yang mencoba menjelaskan yang sebenarnya dengan berkomentar maupun dengan artikel namun seakan tak mampu mematahkan nuansa horor yang sudah telanjur meledak sebelumnya.
Biarkan waktu yang akan menjawab, karena budaya ma'pasonglo' sudah menjadi tradisi yang berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi sedangkan cerita mayat berjalan hanyalah isu kecil yang sempat meledak sejenak karena kecanggihan dunia maya.
No comments:
Post a Comment