Saya langsung panik saat terbangun di rumah sepupu saya di Jalan Daeng Sirua Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam perjalanan saya dari Toraja ke Jakarta karena jam sudah menunjukkan pukul 05.30 padahal jadwal keberangkatan saya dengan pesawat Lion Air di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin ke Bandara Soekarno - Hatta adalah jam 06.10. Waktu saya tersisa 40 menit sebelum take off. Saya ternyata ketiduran di saat saya seharusnya sudah bergegas ke bandara. Mungkin karena saya kelelahan setelah sebelumnya menempuh perjalanan dari Toraja sekitar 8 jam. Setibanya di Makassar sayapun masih perlu ketemu dengan saudara di daerah Barabaraya.
Rencana awal saya tidak ingin berlama lama berada di Makassar karena saya membawa masakan khas Toraja, pa'piong. Pa'piong yang sering juga disebut piong adalah jenis masakan daging yang dicampur dengan aneka rempah dan sayuran, dicampur hingga merata lalu dimasak dengan dibakar di dalam bambu. Dengan mempersingkat sebisa mungkin lama perjalanan maka pa'piong tersebut dalam kondisi lebih baik saat tiba di Jakarta.
Sebenarnya dengan tiba malam di Makassar dan berangkat besok paginya sebenarnya sudah terhitung satu malam namun saya tidak ada lagi pilihan lain. Seharusnya saya berangkat malam dari Toraja (bus malam) dan sebelum masuk Kota Makassar saya bisa diantar langsung oleh bus tersebut ke bandara sehingga waktu tempuh dari Toraja ke Jakarta bisa sekitar 10 hingga 12 jam saja. Namun karena saya perlu ketemu saudara yang tinggal di Makassar maka jadwal keberangkatan Bus Litha yang saya pilih sudah merupakan pilihan yang paling tepat.
Di Makassar sendiri saya tidak menetapkan rencana akan menginap di rumah kerabat yang mana dari sekian banyak di Makassar karena saya tidak bermaksud untuk tidur malam itu justru karena takut bangun kesiangan. Biarlah saya berlelah lelah di perjalan lalu istirahat di Jakarta. Demikian rencana saya yang berani berencana tidak tidur semalaman karena pernah bekerja shift malam.
Bahkan saya sebenarnya ingin sekali ke Pantai Losari untuk menghabiskan waktu malam itu di Makassar, apalagi setelah objek wisata paling terkenal di Makassar itu sudah diperbaharui model dan konsepnya, saya ingin sekali tahu seperti apa kondisinya saat ini. Yang saya masih ingat tentang Pantai Losari dulunya adalah sisi jalan yang membentang di pinggir laut di mana trotoar jalan adalah bibir pantai sendiri. Pantai Losari mendapat julukan restoran terpanjang di dunia karena di sepanjang pantainya berjejer penjual makanan dan minuman khas Makassar seperti, sarabba, pisang epe', es pisang ijo, pallu butung, coto makassar, konro dan jenis makanan lainnya dengan harga merakyat. Benar benar sebuah wisata pantai yang asyik untuk nongkrong sekaligus dekat dari pusat Kota Makassar
Akan tetapi rasanya kondisi saya benar benar tidak memungkinkan untuk ke sana malam itu mengingat selain membawa pa'piong, saya juga membawa ole ole khas Toraja yakni Kue Toraja, deppa tori' (te'tekan), kopi Toraja, pammarrasan dan pangi yang sudah dikeringkan. Pammarrasan adalah olahan dari biji buah kluwek yang bisa jadi bahan campuran saat memasak ikan atau daging. Sedangkan pangi sendiri adalah daging dari buah kluwek. Jadi dari buah kluwek Orang Toraja bisa memanfaatkan daging buahnya beserta bijinya yang dua duanya bisa diawetkan untuk bisa disimpan lama dan begitu mudah dibawa ke tempat jauh sebagai ole ole. Pangi dan pammarrasan bisa dimasak dengan apa saja. Bahkan dengan pangi dan pammarrasan saja yang dimasak, akan menjadi makanan yang cukup enak. Apalagi jika dimasak dengan ikan atau daging. Jika pa'piong hanya bertahan beberap hari dan bisa diperpanjang dengan membakar ulang di atas api, beda dengan pangi dan pammarrasan kering, bisa disimpan berbulan bulan,
Setelah memutuskan untuk bermalam di rumah sepupu di Daeng Sirua , saya diantar oleh sepupu yang lain yang tinggal di daerah Daya' untuk sama sama bermalam di situ. Dari sepupu yang mengantar saya ini pula saya mendapatkan tiket lion air yang dijual online.di mana nomor booking sudah ada di ponsel saya. Malam menjelang dini hari dia sudah bersiap siap menonton bola di ruang tengah. Dalam hati saya pikir lumayan juga ikutan nonton sambil menunggu subuh lalu berangkat ke bandara. Dari situlah berawal saat saya membaringkan badan di depan tv dalam hitungan singkat saya ternyata tertidur lelap. Saudara sepupu saya juga yang mungkin lelah mengantar saya dalam Kota Makassar dengan kendaran motor ikut terlelap.
Di tengah tengah kepanikan setelah terbangun, saya terpaksa membangunkannya dari tidurnya sambil meminta nomor telpon taksi. Kepanikan saya benar benar parah sampai salah tekan tombol untuk membuka. kunci tombol handphone yang karena terjadi kesalahan berulang ulang, ponsel tersebut tidak bisa digunakan untuk beberapa waktu. Saya tidak bisa menelpon dan untungnya ada taksi yang lewat depan rumah dan selasai satu persoalan, sudah dapat taksi dan sedang dalam perjalanan ke bandara.
Di dalam taksi kepanikan saya belum berakhir, masalahnya selain waktu sekitar 20 menit lagi, ternyata ponsel low end saya masih bermasalah dengana lock keypadnya. Saya tidak bisa membuka dan juga tidak tahu kondisi tersebut berapa lama berlangsung. Masalahnya nomor booking tiket ada di ponsel tersebut.
Posisi saya masih di taksi yang akan segera tiba di bandara, sedangkan saya tidak ada nomor booking tiket untuk ditunjukkan ke petugas tiketing. Untuk mengontak sepupu saya mengirim kembali nomor booking tersebut saya tidak bisa berbuat apa apa. Nomor kontak dia juga ada diponsel yang terkunci tersebut. Saya mencoba menggunakan ponsel lain dengan menggunakan facebook untuk meminta nomor booking, akan tetapi belum ada balasan hingga akhirnya taksi yang saya tumpangi tiba di bandara, yang berlokasi di Mandai', Maros tersebut. Waktu tersisa sekitar 10 menit lagi pesawat akan take off. Karena saya tidak ada solusi dengan masalah nomor booking yang hilang, saya tetap ke loket tiket dan menyampaikan kondisi saya apa adanya.
"Mbak, saya lima menit lagi berangkat, saya sudah bayar tiket dan sudah dapat nomor booking tetapi saya kehilangan nomor booking saya", penjelasan saya dalam keadaan terburu buru, namun terkesan mengemis tetapi juga wajib ditolong.
Petugas loket tersebut berpikir sejenak dan....
"Mana KTPnya", balasnya dengan ekspressi agak marah bercampur prihatin.
Saya serahkan KTP, dan saya memperhatikan nama saya sedang dicocokkan dengan daftar penumpang di layar komputernya, Nama saya memang ada sesuai nama KTP, tapi saya masih kuatir karena belum tentu petugas itu mau memberi tiket saya karena cara itu sudah tidak sesuai prosedur.
Saya terus memperhatikan gerak gerik petugas tiketing sampai saya menyaksikan tiket saya sudah dicetak.
"Kenapa datang terlambat", ucap petugas tersebut dengan sedikit nada marah saat tiket saya sudah selesai dicetak.
Saya mencoba bertahan untuk diam sambil menunggu tiketnya diserahkan karena rasanya saya tidak bisa membela diri atas dua kesalahan saya, telat datang dan tak punya nomor booking.
Setelah meninggalkan loket tiket, waktu tersisa semakin singkat. Saya melewati security chek, cek in dan bagasi, boarding pass kayak seorang pelari yang mendekati garis finish sambil memperhatikan arah penunjuk jalan ke ruang runggu. Bisa fatal juga kalau saya salah belok jalan dengan sisa waktu yang semakin singkat. Namun akhirnya sampai juga saya dengan nafas terengah engah. Saat saya mencoba memastikan apakah kelompok orang di waiting room tersebut satu penerbangan dengan saya tiba tiba dari speaker diinformasikan bahwa penumpang dengan nomor penerbangan seperti yang tertera di tiket saya dipersilahkan masuk le pesawat. Dalam hati, saya hanya bisa berucap, Engkau dashyat Tuhan, selanjutnya.saya mohon penyertaanMu dalam penerbangan saya ke Jakarta.
Beberapa saat setelah landing di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, kakak saya dari Toraja yang membuat dan mengepack pa'piong tersebut menelpon, selain mencari tahu kabar saya kalau sudah tiba dengan selamat, juga menanyakan tentang pa'piong yang memang sempat kami kuatirkan, bagaimana jika tidak diloloskan dalam security chek di bandara.
Saya baru sadar, ternyata kepanikan saya di bandara membuat saya lupa kalau sebelumnya saya mengkuatirkan akan nasib pa'piong tersebut, lolos atau tidak saat security chek. Saya sendiri tidak tahu apakah pa'piong tersebut lolos karena barang tersebut secara prosedure memang tidak masalah atau apakah lolos karena petugas bandara tidak berkesempatan atau tidak kepikiran memeriksa detail barang bawaan saya karena saya tampak sangat panik dan terburu buru. Entahlah. Yang jelas saya sudah tiba di Jakarta dengan selamat lengkap dengan barang bawaan saya.