1

Tuesday, February 3, 2015

Kehidupan Kota Tua Batavia

Pelataran Fatahillah
Malam mulai larut ketika saya memesan secangkir kopi di pelataran Museum Fatahillah Kota Tua Batavia. Selembar tikar telah digelar sang penjual di atas ubin pelataran museum yang dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta tersebut. Ratusan orang masih lalu lalang. Ada yang sedang berjualan, ada yang sedang mengamen, ada yang sekedar jalan-jalan, ada yang asyik berfoto bahkan berselfi ria.

Sementara sebagian lainnya mengambil pilihan seperti saya, mencari salah satu tikar terdekat dari sejumlah tikar para penjual yang sudah digelar hampir memenuhi seluruh pelataran sambil memesan minuman, mie instan, dan aneka makanan ringan yang murah meriah sambil duduk bersila dan sekali sekali selonjorkan kaki.

Kawasan Kota Tua merupakan kompleks bangunan tua. Selain Museum Fatahillah, ada pula Museum Keramik, Museum Wayang, Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Pelabuhan Sunda Kelapa dengan Museum Baharinya serta gedung gedung tua lainnya yang masih dijadikan kantor dan beroperasi seperti biasa. Sebut saja Gedung tua Bank BNI di Jalan Lada, Kantor PT Pos Indonesia dan Kantor Imigrasi yang sepelataran dengan Museum Fatahillah. Ada juga gedung gedung tua tak berpenghuni yang seramnya kadang membuat merinding.
Museum Bank Mandiri
Setiap sudut Kota Tua tak akan dibiarkan kosong oleh para pengunjung dengan duduk berkelompok bercakap cakap, dari obrolan yang tampak serius hingga yang bercanda sebebas-bebasnya  di ruang beratapkan langit itu.

Di sisi timur, utara dan barat pelataran Fatahillah tersedia aneka makanan Nusantara. Jika kita berjalan sedikit ke arah barat melewati satu deretan gedung maka kita akan menemui deretan panjang penjual makanan, minuman, sandal, sepatu, baju dan lain lainnya yang membentang di bantaran timur Kali Besar dari seberang Toko Merah di selatan hingga Terminal Kota Tua di ujung Jembatan Kota Intan di utara.
Pesona Kali Besar yang airnya memantulkan cahaya lampu dan yang terus ditingkatkan kebersihannya juga mengundang banyak pengunjung nongkrong sambil makan di Bantaran Kali Besar di tikar dalam apitan deretan gerobak dan badan kali. Asyik juga menikmati makanan sambil menikmati semilir angin yang lebih sejuk dibanding suhu di Pelataran Fatahillah.
Jembatan Kota Intan yang dulunya adalah gerbang masuk keluarnya kapal di mana saat ini menjadi salah satu titik yang sangat menarik dari Kota Tua karena dihiasi dengan lampu warna warni dan selalu ramai dikunjungi.

Sejarah Jakarta menjelaskan bahwa Kali Besar dulunya merupakan jalur penting perdagangan di mana kapal kapal yang bersandar akan masuk ke pusat  bisnis dan pemerintahan yang kini tak lain adalah Kompleks Kota Tua dan sekitarnya.

Ada banyak jalan untuk masuk ke kompleks Kota Tua ini. Kompleks Kota Tua saat ini adalah bagian tertua Batavia sehingga kawasan di sekitarnya adalah wilayah pengembangan kota saat itu. Tak heran jika kita juga akan banyak menjumpai bangunan bangunan tua di sekitar kompleks Kota Tua yang masuk kategori cagar budaya seperti Gedung Arsip di Jalan Gajah Mada, Gereja Sion di Jalan Jayakarta dan lainnya. Mungkin inilah sebabnya sehingga tidak ada pagar pembatas apalagi loket pembayaran yang harus dilewati untuk sampai ke pelataran Fatahillah yang merupakan titik paling ramai di kawasan ini. Kita bebas masuk dan menyusuri setiap jalan dan lorongnya tanpa dikenakan biaya. Jika kita masuk ke dalam museum barulah kita harus membeli tiket masuk yang lagi lagi dijual murah bahkan lebih murah dari makanan ringan pedagang kecil.

Menjelang sore hari museum museum tersebut ditutup namun pengunjung semakin  ramai di malam hari menikmati nuansa masa lalu di sela sela gedung gedung tua yang terus menerus direhabilitasi tanpa merubah arsitektur aslinya.

Tanpa terasa isi gelas saya semakin berkurang dan entah kapan dimulainya saya setengah menyadari kalau saya sedang mengobrol dengan sang pedagang tersebut. Cerita tentang suka dan duka mengais rezeki di kompleks pusat kota masa lalu itu seperti tak ingin disimpannya sendiri. Ceritapun sambung menyambung,  mulai dari kepanikan jika hujan mendadak mengguyur hingga perilaku para tamunya dari tamu yang menyenangkan hingga tamu yang membuatnya tidak nyaman bahkan menganggu jualannya.

Pancaran sinyal kuat wifi gratis dari kantor PT Pos Indonesia membuat saya semakin sulit untuk beranjak sambil sekali sekali mengamati orang orang. Siapa sajakah mereka, gumam hati saya.

Yang lumayan banyak tentu masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah tersebut yang menjadikan Kota Tua bagai halaman rumah sendiri menunggu kantuk baru pulang ke rumah mereka untuk tidur.

Ada juga sebagian orang yang rumahnya jauh namun perjalanan pulang melalui kawasan ini. Tersedia parkiran yang cukup luas dan tidak jauh dari pusat keramaian. Selain itu Kawasan Tua juga dilewati macam macam angkutan kota bahkan ada yang beroperasi 24 jam seperti Angkot M12 Senen - Kota dan Angkot M08 Tanah Abang - Kota. Kawasan Kota Tua juga dikelilingi tiga halte busway yakni Halte Stasiun Kota Koridor 1 yang beroperasi 24 jam, Halte Kalibesar Koridor 12 arah ke Pluit dan Halte Fatahillah Koridor 12 arah Tanjung Priok. APTB rute Kota - Ciputat juga kadang melewati ketiga halte tersebut sebelum balik arah ke Ciputat.

Satu lagi sarana transportasi yang masih merupakan warisan Belanda adalah Stasiun Kereta Beos. Stasiun kereta dengan konstruksi gedung yang tak lapuk oleh zaman ini juga merupakan bagian dari Kota Tua. Semakin nyamannya layanan dari Commuter Line membuat kawasan Kota Tua juga seakan mendapat tumpahan pengunjung pemakai jasa kereta api dengan jaringan rel Jabodetabek ini. Para pekerja dari wilayah Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang juga sebagian akan singgah sejenak melepas penat di Kota Tua sambil menunggu penumpang commuter line sepi.

Selain kondisi jalan, lorong, emperan dan pelataran yang menarik untuk diceritakan, ada pula tempat yang menarik tentunya di dalam gedung gedung tua itu sendiri.

Misalnya Museum Fatahillah dengan perbendaharaan koleksi mencapai 23.500 buah. Yang sangat terkenal adalah Patung Hermes dan Meriam Si Jagur yang dipajang di Taman Dalam Museum Fatahillah bahkan taman dalam tersebut bisa dijadikan tempat resepsi pernikahan.

Di halaman dalam Museum Keramik juga kita bisa menjumpai taman yang cukup luas dengan vertikal gardennya yang ditanami aneka tanaman hias. Di halaman dalam Museum Wayang juga terdapat ruang terbuka dengan taman yang memajang nama nama orang penting yang berkaitan dengan sejarah gedung tersebut.

Sungguh tidak akan pernah habis cerita tentang kota masa lalu ini. Selain karena keindahan fisik tata kota serta bangunannya, terlebih lagi karena cikal bakal Jakarta ini menyimpan sejuta sejarah kehidupan dari masa ke masa.

Kenapa Dengan Film Filosofi Kopi 2 ?

Berita kehadiran Luna Maya di Toraja yang  menyebar lewat situs dan jejaring sosial, berkembang seakan-akan memberitakan bahwa ada film ...