Pelataran Fatahillah |
Sementara sebagian lainnya mengambil pilihan seperti saya,
mencari salah satu tikar terdekat dari sejumlah tikar para penjual yang sudah
digelar hampir memenuhi seluruh pelataran sambil memesan minuman, mie instan,
dan aneka makanan ringan yang murah meriah sambil duduk bersila dan sekali
sekali selonjorkan kaki.
Kawasan Kota Tua merupakan kompleks bangunan tua. Selain
Museum Fatahillah, ada pula Museum Keramik, Museum Wayang, Museum Bank Mandiri,
Museum Bank Indonesia, Pelabuhan Sunda Kelapa dengan Museum Baharinya serta
gedung gedung tua lainnya yang masih dijadikan kantor dan beroperasi seperti
biasa. Sebut saja Gedung tua Bank BNI di Jalan Lada, Kantor PT Pos Indonesia
dan Kantor Imigrasi yang sepelataran dengan Museum Fatahillah. Ada juga gedung
gedung tua tak berpenghuni yang seramnya kadang membuat merinding.
Setiap sudut Kota Tua tak akan dibiarkan kosong oleh para
pengunjung dengan duduk berkelompok bercakap cakap, dari obrolan yang tampak
serius hingga yang bercanda sebebas-bebasnya di ruang beratapkan langit itu.
Di sisi timur, utara dan barat pelataran Fatahillah tersedia
aneka makanan Nusantara. Jika kita berjalan sedikit ke arah barat melewati satu
deretan gedung maka kita akan menemui deretan panjang penjual makanan, minuman,
sandal, sepatu, baju dan lain lainnya yang membentang di bantaran timur Kali
Besar dari seberang Toko Merah di selatan hingga Terminal Kota Tua di ujung
Jembatan Kota Intan di utara.
Pesona Kali Besar yang airnya memantulkan cahaya lampu dan
yang terus ditingkatkan kebersihannya juga mengundang banyak pengunjung nongkrong
sambil makan di Bantaran Kali Besar di tikar dalam apitan deretan gerobak dan
badan kali. Asyik juga menikmati makanan sambil menikmati semilir angin yang
lebih sejuk dibanding suhu di Pelataran Fatahillah.
Jembatan Kota Intan yang dulunya adalah gerbang masuk keluarnya
kapal di mana saat ini menjadi salah satu titik yang sangat menarik dari Kota
Tua karena dihiasi dengan lampu warna warni dan selalu ramai dikunjungi.
Sejarah Jakarta menjelaskan bahwa Kali Besar dulunya merupakan
jalur penting perdagangan di mana kapal kapal yang bersandar akan masuk ke pusat
bisnis dan pemerintahan yang kini tak
lain adalah Kompleks Kota Tua dan sekitarnya.
Ada banyak jalan untuk masuk ke kompleks Kota Tua ini. Kompleks
Kota Tua saat ini adalah bagian tertua Batavia sehingga kawasan di sekitarnya adalah
wilayah pengembangan kota saat itu. Tak heran jika kita juga akan banyak
menjumpai bangunan bangunan tua di sekitar kompleks Kota Tua yang masuk
kategori cagar budaya seperti Gedung Arsip di Jalan Gajah Mada, Gereja Sion di
Jalan Jayakarta dan lainnya. Mungkin inilah sebabnya sehingga tidak ada pagar
pembatas apalagi loket pembayaran yang harus dilewati untuk sampai ke pelataran
Fatahillah yang merupakan titik paling ramai di kawasan ini. Kita bebas masuk
dan menyusuri setiap jalan dan lorongnya tanpa dikenakan biaya. Jika kita masuk
ke dalam museum barulah kita harus membeli tiket masuk yang lagi lagi dijual
murah bahkan lebih murah dari makanan ringan pedagang kecil.
Menjelang sore hari museum museum tersebut ditutup namun
pengunjung semakin ramai di malam hari
menikmati nuansa masa lalu di sela sela gedung gedung tua yang terus menerus
direhabilitasi tanpa merubah arsitektur aslinya.
Tanpa terasa isi gelas saya semakin berkurang dan entah
kapan dimulainya saya setengah menyadari kalau saya sedang mengobrol dengan
sang pedagang tersebut. Cerita tentang suka dan duka mengais rezeki di kompleks
pusat kota masa lalu itu seperti tak ingin disimpannya sendiri. Ceritapun
sambung menyambung, mulai dari kepanikan
jika hujan mendadak mengguyur hingga perilaku para tamunya dari tamu yang menyenangkan
hingga tamu yang membuatnya tidak nyaman bahkan menganggu jualannya.
Pancaran sinyal kuat wifi gratis dari kantor PT Pos
Indonesia membuat saya semakin sulit untuk beranjak sambil sekali sekali
mengamati orang orang. Siapa sajakah mereka, gumam hati saya.
Yang lumayan banyak tentu masyarakat yang bermukim di
sekitar wilayah tersebut yang menjadikan Kota Tua bagai halaman rumah sendiri
menunggu kantuk baru pulang ke rumah mereka untuk tidur.
Ada juga sebagian orang yang rumahnya jauh namun perjalanan pulang
melalui kawasan ini. Tersedia parkiran yang cukup luas dan tidak jauh dari
pusat keramaian. Selain itu Kawasan Tua juga dilewati macam macam angkutan kota
bahkan ada yang beroperasi 24 jam seperti Angkot M12 Senen - Kota dan Angkot
M08 Tanah Abang - Kota. Kawasan Kota Tua juga dikelilingi tiga halte busway
yakni Halte Stasiun Kota Koridor 1 yang beroperasi 24 jam, Halte Kalibesar Koridor
12 arah ke Pluit dan Halte Fatahillah Koridor 12 arah Tanjung Priok. APTB rute
Kota - Ciputat juga kadang melewati ketiga halte tersebut sebelum balik arah ke
Ciputat.
Satu lagi sarana transportasi yang masih merupakan warisan
Belanda adalah Stasiun Kereta Beos. Stasiun kereta dengan konstruksi gedung
yang tak lapuk oleh zaman ini juga merupakan bagian dari Kota Tua. Semakin
nyamannya layanan dari Commuter Line membuat kawasan Kota Tua juga seakan
mendapat tumpahan pengunjung pemakai jasa kereta api dengan jaringan rel
Jabodetabek ini. Para pekerja dari wilayah Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang juga
sebagian akan singgah sejenak melepas penat di Kota Tua sambil menunggu
penumpang commuter line sepi.
Selain kondisi jalan, lorong, emperan dan pelataran yang
menarik untuk diceritakan, ada pula tempat yang menarik tentunya di dalam gedung
gedung tua itu sendiri.
Misalnya Museum Fatahillah dengan perbendaharaan koleksi
mencapai 23.500 buah. Yang sangat terkenal adalah Patung Hermes dan Meriam Si
Jagur yang dipajang di Taman Dalam Museum Fatahillah bahkan taman dalam
tersebut bisa dijadikan tempat resepsi pernikahan.
Di halaman dalam Museum Keramik juga kita bisa menjumpai
taman yang cukup luas dengan vertikal gardennya yang ditanami aneka tanaman
hias. Di halaman dalam Museum Wayang juga terdapat ruang terbuka dengan taman
yang memajang nama nama orang penting yang berkaitan dengan sejarah gedung
tersebut.
Sungguh tidak akan pernah habis cerita tentang kota masa
lalu ini. Selain karena keindahan fisik tata kota serta bangunannya, terlebih
lagi karena cikal bakal Jakarta ini menyimpan sejuta sejarah kehidupan dari
masa ke masa.